Mewujudkan masyarakat khoiru ummah




Istilah khoiru ummah, yang artinya adalah “umat terbaik“ ataupun “umat yang unggul“ hanya sekali saja di antara 64 kata ummah disebut  dalam Al-Qur’an. Yakni dalam Surat ‘Ali Imran ayat 110 ; “ Kamu adalah umat terbaik (umat yang unggul) yang dilahirkan untuk umat manusia yang menyuruh kepada yang baik (ma’ruf) dan mencegah dari yang buruk (munkar), dan beriman kepada Allah. Pada umumnya para ahlli tafsir, misalnya Muhammad Ali dalam tafsirnya The Holy Qur’an, menafsirkan bahwa yang dimaksud dengan umat pilihan itu adalah kaum muslimin.
Pada masa abad pertengahan dan masa-masa lain dalam sejarah, umat islam memang berhasil mencapai puncak peradaban dunia atau mencapai kejayaanya di berbagai bangsa dan kawasan. Namun, jika kita melihat kondisi saat ini di seluruh dunia, sulita mengatakan bahwa umat islam saat ini adalah umat yang terbaik, bahkan bisa di golongkan sebagai bangsa-bangsa yang mundur dan terbelakang. Dengan mencermati ayat di atas, kita dapat memperoleh informasi tentang definisi khairul ummah itu dengan melihat kriteria yang disebut dalam ayat pertama (yang menyuruh kepada kebaikan), kedua mencegah dari yang buruk serta beriman kepada Allah.
Menilik dari ayat di atas, kita bisa mengacu kepada ayat lain dalam surat yang sama, yaitu ‘Ali Imran ayat 103, dari ayat ini tidak menyebutkan kriteria beriman kepada Allah seperti yang di atas, ayat ini menyebut acauan ” kebajikan “ (al khair) sebagai dasar atau akar dari amar ma’ruf nahi munkar. Terdapat kriteria lain dalam Qur’an surat al Baqarah ayat 143, dalam ayat ini disebutkan kriteria yang lain yaitu  ummatan wasathan yang di terjemahkan sebagai “ umat yang adil dan pilihan “.
Lebih konkrit lagi, dalam surat al A’raf ayat 159 yang di sebutkan bahwa memang ada dalam sejarah suatu umat yang unggul, yakni terdapat di antara umat nabi Musa. Dan di antara kaum nabi Musa itu terdapat suatu umat yang memberi petunjuk (memimpin) dengan haq (kebenaran) dan dengan kebenaran itulah mereka menjalankan keadilan. Tapi dari catatan sejarah kita mengetahui bahwa zaman keemasa umat nabi Musa, yakni pada masa nabi Daud dan masa nabi Sulaiman. Dalam Surat Shad ayat 26 yang artinya, “ Hai Daud, sesungguhnya kami mejadikan kamu khalifah (penguasa) di antara manusia dengan adil dan janganllah kamu mengikuti hawa nafsu, karena ia akan menyesatkan kamu dari Allah. Seungguhnya orang-orang yang sesat dari jalan Allah itu akan mendapat azab yang berat, karena mereka melupakan hari perhitungan “.
Dari ayat-ayat diatas kita memperoleh beberapa kata kunci yang menjelaskan apa yang di maksud dengan umat yang unggul itu. Pertama adalah al khair, yang di terjemahkan sebagai kebajikan. Dalam ayat al Qur’an dan hadits al khair bisa berarti kekayaan atau mungkin juga kemakmuran. Dalam surat Al Baqarah ayat 269, al khair itu adalah hikmah atau ilmu pengetahuan. 
Amar ma’ruf tidak bisa dipisahkan dengan nahi munkar, maksudnya dalam perbuatan amar ma’ruf terkandung pengertian mencegah yang mungkar. Jika kebaikan ditegakkan, maka dengan sendirinya yang buruk dapat dicegah. Demikian pula sebaliknya, dalam nahi munkar tercakup pengertian nahi munkar. Karena mencegah kejahatan umpamanya, adalah termasuk kedalam perbuatan baik. Dalam kehidupan bermasyarakat, mekanisme amar ma’ruf nahi munkar itu sudah tercakup ke dalam atau peraturan-peraturan, tata hukum dan konstitusi, bahkan juga rencana-rencana pembangunan yang bisamenciptakan kebaikan dan mencegah keburukan, seperti kemiskinan dan keterbelakangan. Dengan kata lain mekanisme tersebut dapat di lembagakan ke dalam suatu negara atau masyarakat.
Al qur’an sebenarnya telah memberikan penjelasan tentang Khairul Ummah yang yakni kumpulan orang yang memiliki kesamaan budaya a  group of people who share common culture. Budaya itu adalah orientasi kepada al khair, memiliki mekanisme amar ma’ruf nahi munkar, aturan, tatanan atau perintah yang adil, dan beriman kepada Allah. Dengan demikian, al ummah yang mengemban misi di atas, nisa berbentuk Negara atau masyarakat warga (civil of society).

Negara dan Masyarakat
          Al Qur’an menyebut adanya dua macam masyarakat pada masa nabi. Pertama adalah masyarakat badui atau masyarakat nomaden yang kehidupannya mengembara dan praktis belum membentuk suatu masyarakat yang menetap. Kedua adalah masyarakat madani, yang telah menetap di suatu tempat tertentu dan merasa dirinya menjadi bagian dari suatu kesatuan. Kesepakatan tersebut memungkinkan mereka menyepakati suatu tata cara hidup tertentu, yang di sebut juga perjanjian kemasyarakatan.
            Dalam buku karya Adam Fergusson, Essay on the history of civil society (1767), dia menjelaskan beberapa ciri masyarakat civil society (khairu ummah). Pertama, masyarakat yang hidup di kota dan cara hidup orang kota. Kedua, memiliki kode hukum atau perundang-undangan sebagai dasar pergaulan sosial, ekonomi dan politik. Ketiga, memiliki perilaku yang berdasarkam kesopanan (mempertimbangkan yang patut) atau tidak patut di lakukan, menghindarkan dari sikap perilaku tercela dan memperhalus ucapan. Dan keempat,  melakkukan kerjasama antar sesama warga masyarakat berdasarkan aturan-aturan dan pranata-pranat yang di sepakati.
            Dengan perkataan lain, “ masyarakat madani “ adalah masyarakat yang berkeadaban dan berbudaya, masyarakat yang mampu mengatur dirinya sendiri yang berkebudayaan dan berbudaya, masyarakat yang mampu mengatur dirinya sendiri, pada masa lalu disebut sebagai masyarakat kota yang memiliki pola hidup dan sifat-sifat perkotaan (urbanity), sejalan dengan pengertian al Madinah al Munawaroh yakni kota setelah terbentuknya konstitusi Madinah.
            Masyarakat alami adalah semua masyarakat yang masih sederhana, lugu dan bebas, setidaknya mereka hidup dengan kebudayaan yang terbatas ruang lingkupnya seperti masyarakat suku atau kelompok. Masyarakat madani bergaul untuk memenuhi kebutuhan yang lebih layak itu dengan melakukan produksi atau pertukaran dalam suatu bentuk mekanisme penawaran dan permintaan yang di sebut pasar dengan memppergunakan uang sebagai alat tukar. Sedangkan masyarakat madani adalah masyarakat ekonomi (economic society) dan masyarakat uang (money economy). Dibalik pertukaran tersebut, masyarakat madani telah mengembangkan teknologi guna memenuhi kebutuhan hidup yang lebih banyak melakukan aktifitas, fikir, bertukar pikiran atau belajar antara satu dengan yanng lain. Hal ini terjadi karena mereka menginginkan kemajuan dalam hidup.
            Mungkin seperti itulah yang di kehendaki oleh Al qur’an. Kita menjadi teringat pada perintah-perintah dan anjuran-anjuran Allah dalam Al qur’an, seperti mencari rizki guna memmperoleh kehidupan yang lebih mulia, perintah membaca dan untuk senantiasa berfikir dan menciptakan peralatan-peralatan dan perhiasan-perhiasan hidup. Al qur’an menghendaki suatu masyarakat yang berpendidiikan dan terpelajar (learning society).


Negara dan Lembaga
            Hegel berkesimpulan bahwa civil society itu suatu ketika akan runtuh, yang merupakan keruntuhan dari dalam karena civil society dikemudikan oleh kepentingan pribadi dan kelompok sempit. Dengan perkataan lain, civil society akan selalu di rongrong oleh konflik yang tak ada habisnya. Menurut Hegel, untuk mengatasinya, di perlukan lembaga yang dapat berdiri di atas semua golongan dan kepentingan. Lembaga seperti itu pada intinya berfungsi menegakkan keadilan, melakukan modernisasi dan mediasi, terhadap beberapa konflik akibat terjadinya persaingan antar kepentingan dan antar golongan. Lembaga yang ideal tersebut adalah Negara. Dengan demikian Negara adalah perwujudan semua yang ideal. Dan dengan terbentuknya Negara, maka civil society akan lenyap ditelan negara.
            Marx stuju dan mengikuti pendapat Hegel. Tetapi ia mempunyai pengertian yang lebih jelas, bahwa yang di maksud dengan civil society tersebut adalah masyarakat kapitalis atau borjuis. Masyarakat ini, menurut Marx membutuhkan dan menciptakan Negara guna mengurus kepentingan mereka. Sama halnya dengan pendapat Hegel, Marx juga melihat civil society sebagai masyarakat yang penuh dengan konflik Negara. Bagi Marx memang diperlukan. Tetapi Negara yang diperlukan itu adalah Negara yang dibentuk dan mengabdi untuk kepentingan proletariat. Negara yang disebut Negara sosialis itu mengemban misi untuk menghilangkan kelas.
            Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa pertumbuhan civil society makin membutuhkan lembaga mekanisme amar ma’ruf nahi munkar. Namun secara teoritis timbul pertanyaan, apakah lembaga mekanisme amar ma’ruf nahi munkar tersebut diwujudkan dalam lembaga-lembaga civil society yang mandiri dan meningkatkan kualitas civil society yang mandiri ataukah dengan membentuk Negara dan mengembangkan kualitas Negara ? apabila kita mengikuti pandangan Hegel, maka perintah untuk membentuk “umat” (Q.S ‘Ali Imran ; 104) diwujudkan dengan membentuk Negara, sebab civil society adalah sebuah masyarakat yang penuh dengan kemungkaran.
             Dalam perspektif liberalism, civil society adalah entitas primer. Civil Society itulah asal usul Negara modern, memlalui kontrak social. Masyarakat madani sendiri juga terbentuk melalui banyak kontrak social. Tetapi pada akhirnya dibentuk kontrak social yang tertinggi, yakni Negara, dan Negara dalam perspektif ini juga berfungsi menyelenggarakan kepentingan masyarakat secara adil. Jika perpektif ini di ikuti, maka yang di maksud dengan khoiru ummah adalah sebuah masyarakat madani yang di selenggarakan atas dasar prinsip musyawarah (QS ‘Ali Imran ;159, Asy-Syu’ara ; 38, dan surat al thalaq ; 6). Disatu pihak sebuah Negara dibutuhkan untuk menegakkan keadilan, menjalankan amar ma’ruf nahi munkar dan berorientasi kepada kebajikan, di lain pihak sebuah masyarakat yang mandiri dan kritis juga sangat dibutuhkan sebagai pondasi dari berdirinya sebuah Negara yang pemerintahannya harus di control secara terus menerus untuk mencegah kemunkaran yang mungkin dilakukan oleh Negara.





Tanggapan terhadap Konsep Perwujudan Masyarakat Khoiru Ummah

             Dewasa ini gejolak perubahan telah di suarakan oleh sebagian umat islam, yang berpendapat sistem yang di pakai saat ini  telah mengalami kegagagalan dan tatanan hidup saat ini yang terkesan tidak islami. Hanya islam lah satu-satunya solusi yang dapat menyelesaikan problema hidup yang sedang di hadapi saat ini. Tidak hanya dalam ranah umat  islam saja namun untuk seluruh masyarakat yang ada di dunia ini. Kaum muslim saat ini juga mulai menyadari bahwa harus di munculkanya islam politik dan harus di arahkan untuk melaksanakan amar ma’ruf nahi  munkar.
             Disamping itu, masyarakat barat sudah mulai merasakan sedikit demi sedikit mulai merasakan kebangkitan umat islam yang di tandai dengan kekhawatiran para pemimpin mereka. Mereka khawatir bahwa islam akan berpotensi untuk menyingkirkan kekuasaan dan kekayaan mereka, serta menghapuskan berbagai penindasan dan ketidak adilan selama ini. Oleh karena itu, mereka berusaha  sekuat tenaga dan tanpa henti-hentinya untuk menghentikan perjuangan kaum muslimin dengan melakukan berbagai taktik, seperti mengadu domba antar kaum muslimin.
             Melihat kenyataan kenyataan saat ini, umat islam tidak bisa di katakan sebagai khoiru ummah, karena mengalami berbagai macam ketertinggalan di berbagai bidang serta rendahnya taraf berfikir umat khususnya dalam bidang politik. Umat islam tidak lagi bisa mengurusi dirinnya sendiri melainkan selalu menjadi pengekor budaya dan agenda politik barat. Umat islam terkotak-kotak dan tersekat-sekat oleh batasan yang semu.
             Dari definisi masyarakat itu sendiri yaitu adanya kumpulan individu yang memiliki pemikiran, perasaan dan diikat oleh aturan yang sama serta interaksi yang terjadi secara terus menerus, dalam aspek pemikiran islam, umat tidak lagi berfikir berdasarkan pertimbangan-pertimbangan syara’ melainkan berdasarkan azas manfaat ditandai juga turan yang diterapkan bukanlah aturan yang islami. Dan jufa aspek-aspek lainnya bukan muncul dari aqidah islam. Ada beberapa indikasi pembentuk masyarakat yang dapat kita telaah untuk mengetahui kekuatan dan kelemahan umat islam, yaitu :
1. Indikasi non-fisik, yaitu kesan yang membuktikan kekuatan dan kelemahan umat dalam bentuk non-fisik, seperti pemikiran dan lain-lain. Indikasi non fisik ini antara lain :
             a). Pemikiran (afkar) : pemikiran esensinya merupakan hukum mengenai realitas tertentu yang di bangun berdasarkan pandangan tertentu. Jika pemikiran yang menguasai benak komunitas manusia dalam entitas sosial umat ini merupakan pemikiran yang rendah, keadaan entitas ini juga akan rendah. Demikian juga sebaliknya, keadaan ini akan kelihatan dari indikasi fisiologis berupa rendahnya kualitas perilaku umat, baik dalam bidang ekonomi, politik, sosial, pendidikan maupun yang lain.
             b). Perasaan (masyair) : perasaan esensinya merupakan rasa dalam hati seseorang sebagai hasil dari penginderaan terhadap realitas tertentu, baik terhadap benda maupun perbuatan. Karena pengindraan terhadap realitas merupakan salah satu asas pemikiran, sehingga apabila perasaan yang muncul juga berdasarkan pemikiran. Apabila perasaanya lahir dari pemikiran yang rendah, maka perasaanya juga perasaan yang rendah, begitu juga sebaliknya, apabila lahir dari pemikiran yang bertaraf tinggi, maka perasaanya juga merupakan perasaan yang tinggi.
            c). Sistem yaitu akumulasi hukum yang di gunakan untuk menyelesaikan seluruh problem kehidupan umat yang lahir dari kebutuhan jasmani dan naluri mereka, baik yang berkaitan dengan akhlak, ekonomi, sandang, pangan, sosial, politik maupun ritual. Mengenai standar tinggi atau rendahnya sistem tersebut dapat diukur berdasarkan ukuran cocok dan tidaknya dengan fitrah manusia, serta menentramkan hati atau  tidak.
2. Indikasi fisik, yaitu bukti-bukti yang menunjukan kemajuan dan kemunduran umat, yang dapat di buktikan secara fisik. Dalam hal ini adalah negara dan partai politik. Alasanya adalah karena umat ini merupakan komunitas manusia yang diikat oleh akidah yang sama dan mampu mmelahirkan sistem bagi kehidupan mereka. Sementara estabilitas tersebut ditentukan oleh negara yang menerapkanya. Eksistensi dan estabilitas tersebut di tentukkan pula oleh eksistensi umat. Begitu juga sebaliknya, kekuatan dan kelemahan umat tidak dapat di pisahkan dari eksistensi dan estabilitas negara. Sementara itu, perjalanan umat dan negara tidak dapat di lepaskan dari kuat dan lemahnya partai politik yang mendidik pemikkiran perasaan umat. Imam Al Ghazali mengungkapkan,” Agama adalah pondasi, sedangkan kekuasaan (negara) adalah penjaga. Sesuatu yang tidak mempunyai pondasi, pasti akan roboh, sedangkan yang tidak mempunyai penjaga, pasti akan musnah. Jadi jelas, bahwa kekuasaan sangat penting untuk mengatur dunia, dan mengatur dunia juga penting untuk mengurus agama. Mengurus agama juga penting untuk meraih kemenangan dan untuk kebahagiaan akhirat.
             Dari pemaparan diatas, dapat ditentukan langkah yang tepat dalam rangka meraih khoiru ummah. Masyarakat yang terbentuk dari pemiiran, perasaan, dan sistem yang di terapkan di tengah-tengah mereka. Apabila muncul dari pemikiran yang tinggi, maka masyarakat tersebut akan bangkit. Pemikiran tingkat tinggi tidak lain dan tidak bukan adalah pemikiran yang muncul dari suatu aqidah, terlepas benar atau salah aqidah tersebut. Sehingga untuk membentuk masyarakat dan umat islam adalah dengann membentuk pemikiran, perasaan dan sistem  yang muncul  dari aqidah islam.
             Berikut adalah makna-makna yang terkandung dalam masyarakat khoiru ummah, yang saya kutip dari uraian mabadi khoiru ummah menurut Nahdlatul Ulama, yaitu :

1.      Asshidqu (memiliki integritas kejujuran)
Butir ini mengandung arti kejujuran pada diri sendiri, pada sesama dan kepada Allah sebagai pencipta, Asshidqu mengandung juga arti kebenaran, kenyataan, kesungguhan dan keterbukaan. kejujuran dan kebenaran adalah satunya kata dengan perbuatan, jujur dalam hal ini berarti tidak plin-plan dan tidak menyengaja memutarbalikan fakta atau memberikan informasi yang menyesatkan.
Firman Allah :
يا ايها الدين أمنو ااتقواالله وكونوا مع الصدقين (التوبة: 119)
Artinya : Hai orang-orang yang beriman, bertaqwalah kepada Allah dan hendaklah kamu bersama orang-orang yang benar
Sabda Nabi :
 عليكم با لصدق فان الصد ق يهدى الى البر وان الير يهدى الى الجنة وما يزال الرجل ويتحرى الصدق حتى يكتب عند الله صديقا ( متفق عليه )
Artinya : Tetaplah kamu jujur (benar) karena kejujuran itu menunjukkan kepada kebaktian, dan kebaktian itu menunjukkan kepada surga, seorang laki-laki enantiasa jujur dan mencari kejujuran sampai dicatat di sisi Allah sebagai orang yang jujur (Mutafaq Alaihi)
2.  Al Amanah Walwafa Bil ‘Ahdi ( Terpercaya dan Taat dan Memenuhi Janji )
Butir ini memuat dua istilah yang saling kait, yakni alamanah dan al wafa bil’ahdi. Yang pertama secara lebih umum meliputi semua beban yang harus dilaksanakan , baik ada perjanjian maupun tidak, sedang yang disebut belakangan hanya berkaitan dengan perjanjian, kedua istilah ini digabungkan untuk memperoleh satu kesatuan pengertian yang meliputi dapat dipercaya, setia dan tepat janji.
Dapat dipercaya adalah sifat yang dilekatkan pada seseorang yang dapat melaksanakan semua tugas yang dipikulnya, baik yang bersifat diniyyah maupun ijtimaiyyah (kemasyarakatan)
Firman Allah :
إن الله يأ مر كم ان تؤ دواالا منت الى اهلها .. (النساء : 58)
Artinya : Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya
Sabda Nabi :
ادالامانة الى من ائتمنك ولا تخن من خا نك ...(رواه التر مدي)
Artinya : Sampaikanlah amanat itu kepada orang yang memberi kepercayaan kepadamu, dan jangan mengkhianati orang yang berkhianat kepadamu (HR. Turmudzi)
3. Al ‘Adalah ( Tegak Lurus dalam Meneguhkan Rasa Adil dan Keadilan)
Bersikap Adil Al’adalah mengandung pengertian obyektif, proporsional dan taat asas. Butir ini mengharuskan orang berpegang kepada kebenaran obyektif dan menempatkan segala sesuatu pada tempatnya.
Firman Allah :
واد حكمتم بين الناس ان تحكموا با لعدل ... ( النساء : 58)
Artinya : Dan apabila kamu menetapkan hukum di antara manusia, supaya kamu menetapkan dengan adil. (QS. An Nisa’ 58)
Implikasi lain dari Al ‘adalah adalah kesetiaan pada aturan main (correct) dan rasional dalam membuat keputusan, termasuk dalam alokasi sumber daya dan tugas. Prinsipnya adalah the right man on the plece ( menempatkan personal sesuai dengan bidang kecakapannya).



4. Atta’awun (Saling Menolong)
Atta’awun merupakan sendi dalam tat kehidupan masyarakat yaitu manusia sebagai makhluq sosial tidak dapat hidup tanpa berintraksi dengan masyarakat sekitarnya. Prinsipo ini mengandung pengertian tolong menolong, setia kawan, dan gotong royong dalam mewujudkan kebaikan dan ketaqwaan. Imam Mawardi mengaitkan pengertian Al-birr(kebaikan) dengan kerelaan manusia, sedangkan attaqwa (ketaqwaan) dengan kerelaan Allah.
Prinsip Aata’awun menjunjung tinggi sikap solidaritas sesma manusia dan beriteraksi bahu membahu dalam hal kebaikan. Mengembangkan sikap atta’awun berarti  juga mengupayakan konsolidasi.
Allah berfirman :
وتعاونوا على البر والتقوى, ولا تعاونوا على الاسم واتعدوان , وتقواالله, انالله شديد العقاب (المائدة: 2)
Artinya : Dan tolong menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan taqwa, dan kamu jangan tolong menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Dan bertaqwalah kamu kepada Allah sesungguhnya Allah amat berat siksaNya. (QS.Al Maidah:2)
Sabda Rasulullah SAW :
والله في عون العبد ما كان العبد في عون اخيه (رواه مسلم )
Artinya : Allah selalu menolong seorang hamba selama hamba itu menolong saudaranya (HR. Muslim)

5. Al Istiqomah ( Konsisten )
Al istiqomah menngandung pengertian berkesinambungan,  berkelanjutan dan tidak bergeser dari jallur (thoriqot) sesuai dengan ketentuan Allah SWT, RasulNya, para salaf Al sholih dan aturan yang di sepakkati besama. Kesinambungan artinta keterikatan antara satu kegiatan dengan kegiatan yang lain dan antara satu periode dengan periode yang lain sehingga semuannya merupakan satu kesatuan yang  saling menopang dan terkait seperti  sebuah bangunan. Keberlanjutan artinya bahwa pelaksanaan kegiatan-kegiatan tersebut merupakan proses yang berlangsung terus menerus tanpa henti, yang merupakan proses maju bukannya berjalan di tempat..
                Sehingga untuk membentuk khoiru ummah menurut saya yang di perlukan adalah suatu  kekuasaan atau negara yang menerapkan aqidah islam sebagai asas negaranya dan syariah islam sebagai sitem aturan kehidupannnya. Fakta yang menunjukan bahwa saat ini belum ada negara islam, hanya ada masyarakatnya yang mayoritas beragama islam. Maka mau tidak mau langkah untuk membentuk khoiru ummah adalah membentuk suatu pemerintahan atau negara islam seperti pada zaman Rasulullah dan sahabat Umar bin Khattab yang memilikki sistem pemerintahan dan kenegaraan yang terbaik sepanjang periode islam berkuasa pada saat itu.
            Namun untuk mewujudkan semua itu hampir mustahil, karena melihat kenyataan sekarang ini belum ada pemimpin yang mempunyai karakteristik seperti Rasul dan Sahabat Umar bin Khattab. Dan pandangan serta pemikiran masyarakat yang masih berkiblat kepada masyarakat barat, yang di butakan oleh teknologi dan kesenangan-kesenangan sesaat. Dan yang paling penting sekarang adalah bukan untuk membentuk sebuah negara  islam yang nantinya akan mewujudkan masyarakat khoiru ummah, tetapi bagaimana  caranya mengubah paradigma  masyarakat agar  tidak berorientasi kepada bangsa barat.

Related Posts:

0 Response to "Mewujudkan masyarakat khoiru ummah"

Posting Komentar