Istilah khoiru ummah, yang artinya adalah “umat terbaik“
ataupun “umat yang unggul“ hanya sekali saja di antara 64 kata ummah
disebut dalam Al-Qur’an. Yakni dalam
Surat ‘Ali Imran ayat 110 ; “ Kamu adalah umat terbaik (umat yang unggul) yang
dilahirkan untuk umat manusia yang menyuruh kepada yang baik (ma’ruf) dan
mencegah dari yang buruk (munkar), dan beriman kepada Allah. Pada umumnya para
ahlli tafsir, misalnya Muhammad Ali dalam tafsirnya The Holy Qur’an,
menafsirkan bahwa yang dimaksud dengan umat pilihan itu adalah kaum muslimin.
Pada masa abad pertengahan dan masa-masa lain dalam
sejarah, umat islam memang berhasil mencapai puncak peradaban dunia atau
mencapai kejayaanya di berbagai bangsa dan kawasan. Namun, jika kita melihat
kondisi saat ini di seluruh dunia, sulita mengatakan bahwa umat islam saat ini
adalah umat yang terbaik, bahkan bisa di golongkan sebagai bangsa-bangsa yang
mundur dan terbelakang. Dengan mencermati ayat di atas, kita dapat memperoleh
informasi tentang definisi khairul ummah itu dengan melihat kriteria yang
disebut dalam ayat pertama (yang menyuruh kepada kebaikan), kedua mencegah dari
yang buruk serta beriman kepada Allah.
Menilik dari ayat di atas, kita bisa mengacu kepada ayat
lain dalam surat yang sama, yaitu ‘Ali Imran ayat 103, dari ayat ini tidak
menyebutkan kriteria beriman kepada Allah seperti yang di atas, ayat ini
menyebut acauan ” kebajikan “ (al khair) sebagai dasar atau akar dari amar
ma’ruf nahi munkar. Terdapat kriteria lain dalam Qur’an surat al Baqarah ayat
143, dalam ayat ini disebutkan kriteria yang lain yaitu ummatan wasathan yang di terjemahkan sebagai
“ umat yang adil dan pilihan “.
Lebih konkrit lagi, dalam surat al A’raf ayat 159 yang di
sebutkan bahwa memang ada dalam sejarah suatu umat yang unggul, yakni terdapat
di antara umat nabi Musa. Dan di antara kaum nabi Musa itu terdapat suatu umat
yang memberi petunjuk (memimpin) dengan haq (kebenaran) dan dengan kebenaran
itulah mereka menjalankan keadilan. Tapi dari catatan sejarah kita mengetahui
bahwa zaman keemasa umat nabi Musa, yakni pada masa nabi Daud dan masa nabi
Sulaiman. Dalam Surat Shad ayat 26 yang artinya, “ Hai Daud, sesungguhnya kami
mejadikan kamu khalifah (penguasa) di antara manusia dengan adil dan janganllah
kamu mengikuti hawa nafsu, karena ia akan menyesatkan kamu dari Allah.
Seungguhnya orang-orang yang sesat dari jalan Allah itu akan mendapat azab yang
berat, karena mereka melupakan hari perhitungan “.
Dari ayat-ayat diatas kita memperoleh beberapa kata kunci
yang menjelaskan apa yang di maksud dengan umat yang unggul itu. Pertama adalah
al khair, yang di terjemahkan sebagai kebajikan. Dalam ayat al Qur’an dan
hadits al khair bisa berarti kekayaan atau mungkin juga kemakmuran. Dalam surat
Al Baqarah ayat 269, al khair itu adalah hikmah atau ilmu pengetahuan.
Amar ma’ruf tidak bisa dipisahkan dengan nahi munkar,
maksudnya dalam perbuatan amar ma’ruf terkandung pengertian mencegah yang
mungkar. Jika kebaikan ditegakkan, maka dengan sendirinya yang buruk dapat
dicegah. Demikian pula sebaliknya, dalam nahi munkar tercakup pengertian nahi
munkar. Karena mencegah kejahatan umpamanya, adalah termasuk kedalam perbuatan
baik. Dalam kehidupan bermasyarakat, mekanisme amar ma’ruf nahi munkar itu
sudah tercakup ke dalam atau peraturan-peraturan, tata hukum dan konstitusi,
bahkan juga rencana-rencana pembangunan yang bisamenciptakan kebaikan dan
mencegah keburukan, seperti kemiskinan dan keterbelakangan. Dengan kata lain
mekanisme tersebut dapat di lembagakan ke dalam suatu negara atau masyarakat.
Al qur’an sebenarnya telah memberikan penjelasan tentang
Khairul Ummah yang yakni kumpulan orang yang memiliki kesamaan budaya a group of people who share common culture.
Budaya itu adalah orientasi kepada al khair, memiliki mekanisme amar ma’ruf
nahi munkar, aturan, tatanan atau perintah yang adil, dan beriman kepada Allah.
Dengan demikian, al ummah yang mengemban misi di atas, nisa berbentuk Negara
atau masyarakat warga (civil of society).
Negara
dan Masyarakat
Al Qur’an menyebut adanya dua macam masyarakat pada masa nabi. Pertama
adalah masyarakat badui atau masyarakat nomaden yang kehidupannya mengembara
dan praktis belum membentuk suatu masyarakat yang menetap. Kedua adalah
masyarakat madani, yang telah menetap di suatu tempat tertentu dan merasa
dirinya menjadi bagian dari suatu kesatuan. Kesepakatan tersebut memungkinkan
mereka menyepakati suatu tata cara hidup tertentu, yang di sebut juga
perjanjian kemasyarakatan.
Dalam buku karya Adam Fergusson,
Essay on the history of civil society (1767), dia menjelaskan beberapa ciri
masyarakat civil society (khairu ummah). Pertama, masyarakat yang hidup di kota
dan cara hidup orang kota. Kedua, memiliki kode hukum atau perundang-undangan
sebagai dasar pergaulan sosial, ekonomi dan politik. Ketiga, memiliki perilaku
yang berdasarkam kesopanan (mempertimbangkan yang patut) atau tidak patut di
lakukan, menghindarkan dari sikap perilaku tercela dan memperhalus ucapan. Dan
keempat, melakkukan kerjasama antar
sesama warga masyarakat berdasarkan aturan-aturan dan pranata-pranat yang di
sepakati.
Dengan perkataan lain, “ masyarakat
madani “ adalah masyarakat yang berkeadaban dan berbudaya, masyarakat yang
mampu mengatur dirinya sendiri yang berkebudayaan dan berbudaya, masyarakat
yang mampu mengatur dirinya sendiri, pada masa lalu disebut sebagai masyarakat
kota yang memiliki pola hidup dan sifat-sifat perkotaan (urbanity), sejalan
dengan pengertian al Madinah al Munawaroh yakni kota setelah terbentuknya
konstitusi Madinah.
Masyarakat alami adalah semua
masyarakat yang masih sederhana, lugu dan bebas, setidaknya mereka hidup dengan
kebudayaan yang terbatas ruang lingkupnya seperti masyarakat suku atau
kelompok. Masyarakat madani bergaul untuk memenuhi kebutuhan yang lebih layak
itu dengan melakukan produksi atau pertukaran dalam suatu bentuk mekanisme
penawaran dan permintaan yang di sebut pasar dengan memppergunakan uang sebagai
alat tukar. Sedangkan masyarakat madani adalah masyarakat ekonomi (economic
society) dan masyarakat uang (money economy). Dibalik pertukaran tersebut,
masyarakat madani telah mengembangkan teknologi guna memenuhi kebutuhan hidup
yang lebih banyak melakukan aktifitas, fikir, bertukar pikiran atau belajar
antara satu dengan yanng lain. Hal ini terjadi karena mereka menginginkan
kemajuan dalam hidup.
Mungkin seperti itulah yang di
kehendaki oleh Al qur’an. Kita menjadi teringat pada perintah-perintah dan
anjuran-anjuran Allah dalam Al qur’an, seperti mencari rizki guna memmperoleh
kehidupan yang lebih mulia, perintah membaca dan untuk senantiasa berfikir dan
menciptakan peralatan-peralatan dan perhiasan-perhiasan hidup. Al qur’an
menghendaki suatu masyarakat yang berpendidiikan dan terpelajar (learning society).
Negara dan Lembaga
Hegel
berkesimpulan bahwa civil society itu suatu ketika akan runtuh, yang merupakan
keruntuhan dari dalam karena civil society dikemudikan oleh kepentingan pribadi
dan kelompok sempit. Dengan perkataan lain, civil society akan selalu di
rongrong oleh konflik yang tak ada habisnya. Menurut Hegel, untuk mengatasinya,
di perlukan lembaga yang dapat berdiri di atas semua golongan dan kepentingan.
Lembaga seperti itu pada intinya berfungsi menegakkan keadilan, melakukan
modernisasi dan mediasi, terhadap beberapa konflik akibat terjadinya persaingan
antar kepentingan dan antar golongan. Lembaga yang ideal tersebut adalah
Negara. Dengan demikian Negara adalah perwujudan semua yang ideal. Dan dengan
terbentuknya Negara, maka civil society akan lenyap ditelan negara.
Marx
stuju dan mengikuti pendapat Hegel. Tetapi ia mempunyai pengertian yang lebih
jelas, bahwa yang di maksud dengan civil society tersebut adalah masyarakat
kapitalis atau borjuis. Masyarakat ini, menurut Marx membutuhkan dan
menciptakan Negara guna mengurus kepentingan mereka. Sama halnya dengan pendapat
Hegel, Marx juga melihat civil society sebagai masyarakat yang penuh dengan
konflik Negara. Bagi Marx memang diperlukan. Tetapi Negara yang diperlukan itu
adalah Negara yang dibentuk dan mengabdi untuk kepentingan proletariat. Negara
yang disebut Negara sosialis itu mengemban misi untuk menghilangkan kelas.
Dengan
demikian, dapat disimpulkan bahwa pertumbuhan civil society makin membutuhkan
lembaga mekanisme amar ma’ruf nahi munkar. Namun secara teoritis timbul
pertanyaan, apakah lembaga mekanisme amar ma’ruf nahi munkar tersebut
diwujudkan dalam lembaga-lembaga civil society yang mandiri dan meningkatkan
kualitas civil society yang mandiri ataukah dengan membentuk Negara dan
mengembangkan kualitas Negara ? apabila kita mengikuti pandangan Hegel, maka perintah
untuk membentuk “umat” (Q.S ‘Ali Imran ; 104) diwujudkan dengan membentuk
Negara, sebab civil society adalah sebuah masyarakat yang penuh dengan
kemungkaran.
Dalam perspektif liberalism, civil society
adalah entitas primer. Civil Society itulah asal usul Negara modern, memlalui
kontrak social. Masyarakat madani sendiri juga terbentuk melalui banyak kontrak
social. Tetapi pada akhirnya dibentuk kontrak social yang tertinggi, yakni
Negara, dan Negara dalam perspektif ini juga berfungsi menyelenggarakan
kepentingan masyarakat secara adil. Jika perpektif ini di ikuti, maka yang di
maksud dengan khoiru ummah adalah sebuah masyarakat madani yang di
selenggarakan atas dasar prinsip musyawarah (QS ‘Ali Imran ;159, Asy-Syu’ara ;
38, dan surat al thalaq ; 6). Disatu pihak sebuah Negara dibutuhkan untuk
menegakkan keadilan, menjalankan amar ma’ruf nahi munkar dan berorientasi
kepada kebajikan, di lain pihak sebuah masyarakat yang mandiri dan kritis juga
sangat dibutuhkan sebagai pondasi dari berdirinya sebuah Negara yang
pemerintahannya harus di control secara terus menerus untuk mencegah kemunkaran
yang mungkin dilakukan oleh Negara.
Tanggapan terhadap Konsep Perwujudan Masyarakat Khoiru Ummah
Dewasa ini gejolak
perubahan telah di suarakan oleh sebagian umat islam, yang berpendapat sistem
yang di pakai saat ini telah mengalami
kegagagalan dan tatanan hidup saat ini yang terkesan tidak islami. Hanya islam lah
satu-satunya solusi yang dapat menyelesaikan problema hidup yang sedang di
hadapi saat ini. Tidak hanya dalam ranah umat
islam saja namun untuk seluruh masyarakat yang ada di dunia ini. Kaum
muslim saat ini juga mulai menyadari bahwa harus di munculkanya islam politik
dan harus di arahkan untuk melaksanakan amar ma’ruf nahi munkar.
Disamping itu, masyarakat
barat sudah mulai merasakan sedikit demi sedikit mulai merasakan kebangkitan
umat islam yang di tandai dengan kekhawatiran para pemimpin mereka. Mereka
khawatir bahwa islam akan berpotensi untuk menyingkirkan kekuasaan dan kekayaan
mereka, serta menghapuskan berbagai penindasan dan ketidak adilan selama ini.
Oleh karena itu, mereka berusaha sekuat
tenaga dan tanpa henti-hentinya untuk menghentikan perjuangan kaum muslimin
dengan melakukan berbagai taktik, seperti mengadu domba antar kaum muslimin.
Melihat kenyataan
kenyataan saat ini, umat islam tidak bisa di katakan sebagai khoiru ummah,
karena mengalami berbagai macam ketertinggalan di berbagai bidang serta
rendahnya taraf berfikir umat khususnya dalam bidang politik. Umat islam tidak
lagi bisa mengurusi dirinnya sendiri melainkan selalu menjadi pengekor budaya
dan agenda politik barat. Umat islam terkotak-kotak dan tersekat-sekat oleh
batasan yang semu.
Dari definisi masyarakat itu
sendiri yaitu adanya kumpulan individu yang memiliki pemikiran, perasaan dan
diikat oleh aturan yang sama serta interaksi yang terjadi secara terus menerus,
dalam aspek pemikiran islam, umat tidak lagi berfikir berdasarkan
pertimbangan-pertimbangan syara’ melainkan berdasarkan azas manfaat ditandai
juga turan yang diterapkan bukanlah aturan yang islami. Dan jufa aspek-aspek
lainnya bukan muncul dari aqidah islam. Ada beberapa indikasi pembentuk
masyarakat yang dapat kita telaah untuk mengetahui kekuatan dan kelemahan umat
islam, yaitu :
1. Indikasi non-fisik, yaitu kesan yang membuktikan kekuatan dan kelemahan
umat dalam bentuk non-fisik, seperti pemikiran dan lain-lain. Indikasi non
fisik ini antara lain :
a). Pemikiran (afkar) :
pemikiran esensinya merupakan hukum mengenai realitas tertentu yang di bangun berdasarkan
pandangan tertentu. Jika pemikiran yang menguasai benak komunitas manusia dalam
entitas sosial umat ini merupakan pemikiran yang rendah, keadaan entitas ini
juga akan rendah. Demikian juga sebaliknya, keadaan ini akan kelihatan dari
indikasi fisiologis berupa rendahnya kualitas perilaku umat, baik dalam bidang
ekonomi, politik, sosial, pendidikan maupun yang lain.
b). Perasaan (masyair) :
perasaan esensinya merupakan rasa dalam hati seseorang sebagai hasil dari
penginderaan terhadap realitas tertentu, baik terhadap benda maupun perbuatan.
Karena pengindraan terhadap realitas merupakan salah satu asas pemikiran,
sehingga apabila perasaan yang muncul juga berdasarkan pemikiran. Apabila perasaanya
lahir dari pemikiran yang rendah, maka perasaanya juga perasaan yang rendah,
begitu juga sebaliknya, apabila lahir dari pemikiran yang bertaraf tinggi, maka
perasaanya juga merupakan perasaan yang tinggi.
c).
Sistem yaitu akumulasi hukum yang di gunakan untuk menyelesaikan seluruh
problem kehidupan umat yang lahir dari kebutuhan jasmani dan naluri mereka,
baik yang berkaitan dengan akhlak, ekonomi, sandang, pangan, sosial, politik
maupun ritual. Mengenai standar tinggi atau rendahnya sistem tersebut dapat
diukur berdasarkan ukuran cocok dan tidaknya dengan fitrah manusia, serta
menentramkan hati atau tidak.
2. Indikasi fisik, yaitu bukti-bukti yang menunjukan kemajuan dan
kemunduran umat, yang dapat di buktikan secara fisik. Dalam hal ini adalah
negara dan partai politik. Alasanya adalah karena umat ini merupakan komunitas
manusia yang diikat oleh akidah yang sama dan mampu mmelahirkan sistem bagi
kehidupan mereka. Sementara estabilitas tersebut ditentukan oleh negara yang
menerapkanya. Eksistensi dan estabilitas tersebut di tentukkan pula oleh
eksistensi umat. Begitu juga sebaliknya, kekuatan dan kelemahan umat tidak
dapat di pisahkan dari eksistensi dan estabilitas negara. Sementara itu,
perjalanan umat dan negara tidak dapat di lepaskan dari kuat dan lemahnya
partai politik yang mendidik pemikkiran perasaan umat. Imam Al Ghazali
mengungkapkan,” Agama adalah pondasi, sedangkan kekuasaan (negara) adalah
penjaga. Sesuatu yang tidak mempunyai pondasi, pasti akan roboh, sedangkan yang
tidak mempunyai penjaga, pasti akan musnah. Jadi jelas, bahwa kekuasaan sangat
penting untuk mengatur dunia, dan mengatur dunia juga penting untuk mengurus
agama. Mengurus agama juga penting untuk meraih kemenangan dan untuk
kebahagiaan akhirat.
Dari pemaparan diatas,
dapat ditentukan langkah yang tepat dalam rangka meraih khoiru ummah.
Masyarakat yang terbentuk dari pemiiran, perasaan, dan sistem yang di terapkan
di tengah-tengah mereka. Apabila muncul dari pemikiran yang tinggi, maka
masyarakat tersebut akan bangkit. Pemikiran tingkat tinggi tidak lain dan tidak
bukan adalah pemikiran yang muncul dari suatu aqidah, terlepas benar atau salah
aqidah tersebut. Sehingga untuk membentuk masyarakat dan umat islam adalah
dengann membentuk pemikiran, perasaan dan sistem yang muncul
dari aqidah islam.
Berikut adalah
makna-makna yang terkandung dalam masyarakat khoiru ummah, yang saya kutip dari
uraian mabadi khoiru ummah menurut Nahdlatul Ulama, yaitu :
1.
Asshidqu
(memiliki integritas kejujuran)
Butir ini mengandung arti kejujuran pada diri sendiri,
pada sesama dan kepada Allah sebagai pencipta, Asshidqu mengandung juga arti
kebenaran, kenyataan, kesungguhan dan keterbukaan. kejujuran dan kebenaran
adalah satunya kata dengan perbuatan, jujur dalam hal ini berarti tidak
plin-plan dan tidak menyengaja memutarbalikan fakta atau memberikan informasi
yang menyesatkan.
Firman Allah :
يا ايها الدين أمنو ااتقواالله وكونوا
مع الصدقين (التوبة: 119)
Artinya : Hai orang-orang yang beriman, bertaqwalah kepada Allah dan
hendaklah kamu bersama orang-orang yang benar
Sabda Nabi
:
عليكم با لصدق فان الصد ق
يهدى الى البر وان الير يهدى الى الجنة وما يزال الرجل ويتحرى الصدق حتى يكتب عند
الله صديقا ( متفق عليه )
Artinya : Tetaplah kamu jujur (benar) karena kejujuran
itu menunjukkan kepada kebaktian, dan kebaktian itu menunjukkan kepada surga,
seorang laki-laki enantiasa jujur dan mencari kejujuran sampai dicatat di sisi
Allah sebagai orang yang jujur (Mutafaq Alaihi)
2. Al
Amanah Walwafa Bil ‘Ahdi ( Terpercaya dan Taat dan Memenuhi Janji )
Butir
ini memuat dua istilah yang saling kait, yakni alamanah dan al wafa bil’ahdi.
Yang pertama secara lebih umum meliputi semua beban yang harus dilaksanakan ,
baik ada perjanjian maupun tidak, sedang yang disebut belakangan hanya
berkaitan dengan perjanjian, kedua istilah ini digabungkan untuk memperoleh
satu kesatuan pengertian yang meliputi dapat dipercaya, setia dan tepat janji.
Dapat dipercaya adalah sifat yang
dilekatkan pada seseorang yang dapat melaksanakan semua tugas yang dipikulnya,
baik yang bersifat diniyyah maupun ijtimaiyyah (kemasyarakatan)
Firman Allah :
إن الله يأ مر كم ان تؤ دواالا منت الى
اهلها .. (النساء : 58)
Artinya :
Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak
menerimanya
Sabda Nabi :
ادالامانة الى من ائتمنك ولا تخن من خا
نك ...(رواه التر مدي)
Artinya :
Sampaikanlah amanat itu kepada orang yang memberi kepercayaan kepadamu, dan
jangan mengkhianati orang yang berkhianat kepadamu (HR.
Turmudzi)
3. Al ‘Adalah (
Tegak Lurus dalam Meneguhkan Rasa Adil dan Keadilan)
Bersikap Adil Al’adalah mengandung
pengertian obyektif,
proporsional dan taat asas. Butir ini mengharuskan orang berpegang kepada
kebenaran obyektif dan menempatkan segala sesuatu pada tempatnya.
Firman Allah :
واد
حكمتم بين الناس ان تحكموا با لعدل ... ( النساء : 58)
Artinya : Dan apabila
kamu menetapkan hukum di antara manusia, supaya kamu menetapkan dengan adil. (QS.
An Nisa’ 58)
Implikasi lain dari Al ‘adalah adalah
kesetiaan pada aturan main (correct) dan rasional dalam membuat keputusan,
termasuk dalam alokasi sumber daya dan tugas. Prinsipnya adalah the right man
on the plece ( menempatkan personal sesuai dengan bidang kecakapannya).
4. Atta’awun (Saling
Menolong)
Atta’awun merupakan sendi dalam tat
kehidupan masyarakat yaitu manusia sebagai makhluq sosial tidak dapat hidup
tanpa berintraksi dengan masyarakat sekitarnya. Prinsipo ini mengandung
pengertian tolong menolong, setia kawan, dan gotong royong dalam mewujudkan
kebaikan dan ketaqwaan. Imam Mawardi mengaitkan pengertian Al-birr(kebaikan)
dengan kerelaan manusia, sedangkan attaqwa (ketaqwaan) dengan kerelaan Allah.
Prinsip
Aata’awun menjunjung tinggi sikap solidaritas sesma manusia dan beriteraksi
bahu membahu dalam hal kebaikan. Mengembangkan sikap atta’awun
berarti juga mengupayakan konsolidasi.
Allah berfirman :
وتعاونوا على البر
والتقوى, ولا تعاونوا على الاسم واتعدوان , وتقواالله, انالله شديد العقاب (المائدة:
2)
Artinya : Dan tolong menolonglah kamu
dalam (mengerjakan) kebajikan dan taqwa, dan kamu jangan tolong menolong dalam
berbuat dosa dan pelanggaran. Dan bertaqwalah kamu kepada Allah sesungguhnya
Allah amat berat siksaNya. (QS.Al Maidah:2)
Sabda Rasulullah SAW :
والله
في عون العبد ما كان العبد في عون اخيه (رواه مسلم )
Artinya : Allah selalu menolong seorang hamba selama hamba itu menolong
saudaranya (HR. Muslim)
5. Al Istiqomah ( Konsisten )
Al istiqomah menngandung pengertian
berkesinambungan, berkelanjutan dan
tidak bergeser dari jallur (thoriqot) sesuai dengan ketentuan Allah SWT,
RasulNya, para salaf Al sholih dan aturan yang di sepakkati besama. Kesinambungan
artinta keterikatan antara satu kegiatan dengan kegiatan yang lain dan antara
satu periode dengan periode yang lain sehingga semuannya merupakan satu
kesatuan yang saling menopang dan
terkait seperti sebuah bangunan.
Keberlanjutan artinya bahwa pelaksanaan kegiatan-kegiatan tersebut merupakan
proses yang berlangsung terus menerus tanpa henti, yang merupakan proses maju
bukannya berjalan di tempat..
Sehingga untuk membentuk khoiru ummah menurut saya yang di perlukan adalah
suatu kekuasaan atau negara yang
menerapkan aqidah islam sebagai asas negaranya dan syariah islam sebagai sitem
aturan kehidupannnya. Fakta yang menunjukan bahwa saat ini belum ada negara
islam, hanya ada masyarakatnya yang mayoritas beragama islam. Maka mau tidak
mau langkah untuk membentuk khoiru ummah adalah membentuk suatu pemerintahan
atau negara islam seperti pada zaman Rasulullah dan sahabat Umar bin Khattab
yang memilikki sistem pemerintahan dan kenegaraan yang terbaik sepanjang
periode islam berkuasa pada saat itu.
Namun untuk mewujudkan
semua itu hampir mustahil, karena melihat kenyataan sekarang ini belum ada
pemimpin yang mempunyai karakteristik seperti Rasul dan Sahabat Umar bin
Khattab. Dan pandangan serta pemikiran masyarakat yang masih berkiblat kepada
masyarakat barat, yang di butakan oleh teknologi dan kesenangan-kesenangan
sesaat. Dan yang paling penting sekarang adalah bukan untuk membentuk sebuah
negara islam yang nantinya akan
mewujudkan masyarakat khoiru ummah, tetapi bagaimana caranya mengubah paradigma masyarakat agar tidak berorientasi kepada bangsa barat.
0 Response to "Mewujudkan masyarakat khoiru ummah"
Posting Komentar